Monday, June 13, 2011

Mahasiswa oh Mahasiswa

“Apalagi yang ingin kau lakukan kini?” tanya seorang perempuan kepada teman laki-lakinya.
“Hanya berorasi, melakukan aksi. Haha..biasa, mahasiswa.” Jawab lelaki itu. Sang perempuan mengangkat satu alisnya. Ia tidak mengerti dengan jalan pikiran temannya yang satu ini. Seseorang yang sudah ia kenal sejak masih menggunakan seragam putih-biru. Dan kini, saat mereka sudah menginjak jenjang tertinggi pendidikan di negeri ini, perempuan itu seolah tidak mengenal pribadi lelaki yang ada di sebelahnya ini. Rhena nama perempuan itu. Dan teman lelakinya bernama Hendra.
Bagaimana mungkin Rhena seolah tidak mengenal pribadi lelaki satu ini, jika:
-    -   Dulu, Hendra paling malas jika disuruh bergabung pada sebuah organisasi. Sekarang, bergabung pada organisasi-organisasi kampus adalah sebuah kewajiban baginya.
-    -     Dulu, Hendra paling tidak suka jadi orang (sok) sibuk. Malahan, ia sering merasa kesal dengan orang yang berpura-pura sibuk itu –menurutnya-. Kini, jika ia tidak melakukan sebuah kesibukan, ia akan tampak seperti orang yang sedang sakau. Kesibukan adalah kebutuhan.
-    -    Dulu, Hendra termasuk pada jajaran anak-anak bandel dan pengisi ‘buku dosa’ terbanyak di sekolah. Tapi kini, inilah komentar-komentar orang mengenai Hendra:
“wah…Hendra itu berwibawa banget ya..”
“aura pemimpinnya itu lho…bikin melting…”
“salut deh ama si Hendra. Tidak salah jika ia menjadi seorang PresMa…”

Tuesday, June 7, 2011

Patah Hati

Setetes demi setetes air mata alam mulai turun membasahi bumi. Gerimis. Aku harap hujan akan datang. Sungguh suasana seperti ini yang aku harapkan. Aku melirik jam bulat bergambar doraemon yang tergantung pada dinding kamarku. Ah...cepatlah. Aku sangat membutuhkannya.

Tetes-tetes air diluar sana mulai membesar dan akhirnya benar-benar menghujani bumi. Aku mulai melangkah keluar dari kamarku dan menuju ke halaman rumahku. Saat melewati ruang keluarga, aku tidak menemukan siapa-siapa. Sepi. Memang beginilah selalu. Orangtuaku baru pulang bekerja pukul lima sore nanti. Sedangkan kakakku satu-satunya, dia sedang melanjutkan study-nya di luar kota. Jadilah aku lebih sering tinggal sendiri dirumah. Tapi percayalah, aku bukan type anak yang kekurangan kasih sayang orangtua.

Klek!

Aku membuka pintu depan rumahku. Dengan mantap aku melangkahkan kakiku keluar rumah. Saat aku berada tepat di halaman rumahku, aku berhenti. Aku memejamkan kedua mataku dan merentangkan tanganku. Aku mencoba menikamati sensasi sejuk yang diberikan olah alam ini. Perlahan-lahan, bersama jutaan tetes air hujan yang mulai membasahi tubuhku, menetes pula air dari kedua mataku yang terpejam. Ya, aku menangis bersama alam. Karena saat ini, untuk pertama kalinya aku merasakan apa yang mereka sebut...patah hati.

Untuk beberapa saat aku bertahan pada posisi seperti ini. Menikmati tetes-tetes air yang menerpa wajahku dan menyamarkan air mataku. Beginilah s'lalu. Setiap kali aku ingin menangis, aku s'lalu menanti datangnya hujan. Karena aku tak tak ingin ada seorang pun yang melihat air mataku. Biarlah orang menganggapku kekanakan, yang masih suka bermain hujan. Tak masalah. Walaupun aku sering tinggal sendiri, tapi aku tetap tidak pernah menangis sendiri di kamarku. Tak ada yang boleh melihat air mataku. Meskipun hanya dinding kamar yang tak pernah tergerak masa.

Aku mulai 'menari' bersama hujan dengan air mata yang tetap mengalir deras dari mataku. Bayang-bayang kejadian tadi siang di sekolah kembali menghampiri. Sewaktu 'ia' datang dengan senyum terkembang di wajahnya setelah hampir setengah jam aku menantinya di kantin. Pada saat ia berada tepat di hadapanku, ia langsung memelukku erat dan membisikkan kepadaku betapa bahagianya ia. Aku hanya tersenyum bingung dalam pelukannya.

"Aku bahagia! Sangatt bahagia! Akhirnya, aku bisa menjadikan Arin sebagai kekasihku! "

Kekasihku! Kekasihku!

Kata itu terus terulang dan menggema di kepalaku. Aku tidak kuat, sungguh tidak kuat menahan siksaan batin ini! Tuhan...mengapa terasa begitu sulit? Selalu seperti inikah orang-orang yang sedang patah hati? Sulit bernapas, rasa sesak tak tertahankan, dan...menyakitkan? Tuhan..bisakah aku bertahan?
Aku jatuh terduduk. Aku ingin menangis sepuasnya. Menangis sepuasnya bersama alam yang sepertinya turut merasakan kehancuran hatiku, Ku harap kepedihan ini dapat tersapukan bersama setiap aliran air yang jatuh dari tubuhku. Walaupun...itu sangat tidak mungkin...

Ujung Pelangi
7 Juni 2011

Monday, June 6, 2011

Pertarungan Aku dan Hati


Aku: Ya Allah...apaan ini! Aku sudah segila ini mengerjakannya, yang selesai baru satu? Baru satu dari tujuh tugas?

Hati: Ya dikerjain lah...

Aku: GAK BISA!! Apaan nih?! Aku tidak mengerti dengan tugasnya! Susah!

Hati: Susah bukan berarti tidak bisa, bukan??

Aku: Ya tetap saja! Tugas-tugas ini sudah mengacaukan sistem kerja otakku, menguras habis tenagaku!

Hati: ...

Aku: Huuaaa...aku ingin menangis melihat tumpukan tugas-tugas ini...