Dear my besties friend,
Maaf
untuk kemarahanku kala itu. Saat itu aku kehilangan kendali atas diriku. Tapi sungguh,
saat itu yang aku rasakan keterkejutan luar biasa atas kabar yang kau berikan.
Hampir seminggu, dan kau baru mengabari kami. Itu pun setelah aku menanyakan
perihal status kau yang cukup frontal.
Aku
pribadi saat itu meresa sedih, bahkan kecewa berat terhadapmu. Iya, mungkin
kami memang orang-orang pertama yang kau kabari setelah orangtuamu. Tapi…hei! Ini
tak hanya sekedar urusan siapa yang pertama. Kau tahu persis bagaimana kami
sebelum berita itu kau sampaikan.
Did you know what I’m feeling at that time?
I feel like a fool. Kurang bodoh
apalagi coba?! Status yang kalian pakai, sudah 'senada seirama'. Tapi kami
tidak tahu apa-apa. Malah mencoba sok-sok menebak, alasanmu memasang status
seperti itu. Sungguh, aku merasa seperti disuruh mencari buku yang aku tidak
tahu seperti apa, padahal buku itu persis di depan mataku.
Apa
sudah kau pikirkan, akibat dari keputusan besar yang kau ambil itu? Akan banyak
pandangan miring terhadap kalian. Dan itu sangat mungkin terjadi. Aku saja
sudah punya pemikiran kesana. Karena urusan ini sudah menjadi pelik sejak awal.
Kau pasti tak tahu, bagaimana khawatirnya kami terhadapmu.
Sudahlah.
Akhirnya kami memilih diam. Cuma untuk kau mengerti, bagaimana perasaan kami
saat itu dan kami ingin melihat sikapmu selanjutnya. Maybe it’s not easy, cause I really disappointed with you. But our
friendship is precious one.