Pagi
ini terasa dingin. Tanah masih menyisakan jejak-jejak sisa hujan malam tadi. Cuaca
seperti ini sesungguhnya tidak terlalu aku nikmati. Bagaimana tidak? Dengan suhu
yang menurun begini, aku sebenarnya lebih memilih menggelung diri daripada
harus menyiksa diri disini. Belum banyak sesuatu yang berarti yang bisa aku
nikmati.
Aku
tertawa miris dalam hati. Dan juga terus berpikir, mengapa aku bisa begini. Aku
kehilangan. Dan yang lebih tragis lagi, kehilangan jiwa sendiri. Dinding yang
berdiri kokoh ini seakan memberi sugesti, kau
tidak akan bisa mandiri. Aku langsung seperti manusia yang kehilangan destinasi.
Membuat hati mengkerut seakan ingin mati.
Aku
melemparkan visualku ke segala arah. Memperhatikan mereka semua yang sepertinya
terarah. Tidak sepertiku yang bersusah payah untuk tak menyerah. Pagi dingin begini,
serasa kian memperparah. Menyerahlah…kau
akan selalu kalah, bisik si setan bedebah.
Aku
meneguk saliva, yang turut
menimbulkan rasa sakit di tenggorokanku. Tiba-tiba pikiran aneh datang
mengganggu. Bisakah waktu membeku? Cukup aku saja yang menguasai waktu, dan aku
bisa bersikap sesukaku. Aku bisa menghampiri masa depanku, ataupun terlempar kembali
ke masa lalu. Namun, aku jadi termangu. Bodoh! Betapa semua itu begitu saru. Tak
akan ada manusia yang bisa membolak-balik waktu. Apalagi kembali ke masa lalu. Sekalipun
itu sedetik yang telah lalu.
Aku
tersadar dari pikiranku. Betapa bodoh saat ini aku menyia-nyiakan waktu. Aku bukan
hidup di masa lalu. Tapi aku harus membangun hari ini, untuk masa depanku yang
lebih baru. Sudah ada sang juru cerita bagi kehidupanku. Aku tinggal memainkan
peranku, menikmati semua yang ada di hadapanku.
Dumai, 13 Juli 2012
10.00 AM
0 comments:
Post a Comment