Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 2012
Halaman : 440
ISBN : 978-979-22-8552-9Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyataDi negeri para bedebah, musang berbulu domba berkeliaran di halaman rumahTetapi setidaknya. Kawan, di negeri para bedebah,petarung sejati tidak akan pernah berkhianat
Buku ini menceritakan tentang Thomas, seorang konsultan
keuangan profesional yang hari-harinya sibuk diisi dengan konferensi, seminar,
wawancara dll. Konflik cerita ini dimulai saat Thomas menerima telepon dari
orang yang dibencinya, yaitu Om Liem, adik dari ayah Thomas. Om Liem
mengabarkan bahwa rumahnya telah dikepung oleh satu peleton polisi serta
keadaan tantenya yang memburuk. Orang kepercayaan Om Liem, Ram, menceritakan tentang
duduk permasalahannya: Bank Semesta milik Om Liem tidak bisa menutup kliring
antarbank. Kalah kliring sebesar lima miliar.
Thomas akhirnya membantu omnya untuk kabur dari
kepungan polisi. Dengan intrik, tipu daya yang mengagumkan, Om Liem dan Thomas
berhasil kabur dari rumah. Pada akhirnya, banyak pihak yang Thomas libatkan
untuk masalah ini. Karyawan terbaiknya, teman-teman di klub petarung, Opa yang
di sayanginya, hingga wartawan yang menaruh rasa sebal dengannya juga turut
serta.
Bagaimana
mungkin, Thomas yang membenci Om Liem akhirnya ikut terlibat dalam pelarian
tersangka kejahatan keuangan? Alasannya sederhana. Ini tak hanya lagi kisah tentang
pelarian Om Liem, orang yang berbisnis dengan cara yang jahat, namun juga
tentang dendam anak berumur enam tahun atas kematian kedua orangtuanya. Thomas
akhirnya memilih menyelamatkan Bank Semesta setelah mendengar nama dua orang
yang menjadi alasan dendamnya hingga puluhan tahun terlibat dalam masalah ini. Inilah
awalnya. Awal atas dendam puluhan tahun dengan segala cara licik yang bisa
membuat kita menahan napas saat membacanya.
“Apakah
hidup ini adil? Papa-mama mati terbakar. Dua bedebah itu menjadi orang penting
di negeri ini. Satu menjadi bintang tiga kepolisian, hanya soal waktu dia jadi
kepala polisi. Satunya lagi jaksa paling penting dan berpengaruh di korpsnya,
hanya soal waktu menjadi jaksa agung. Aku kembali, Julia. Sejak tadi malam aku memutuskan
kembali ke keluarga ini. Aku akan membalaskan setiap butir debu jasad
papa-mama. Beri aku waktu dua hari, kau bisa menuliskan semuanya. Aku punya
rencana. Aku bukan lagi anak kecil enam tahun yang berlari-lari mengantar susu.
Akulah bedebah paling besar dalam cerita ini”
Penilaian
pertama saya atas buku ini ialah ceritanya yang sangat berbeda dari cerita Bang
Tere selama ini. Di dalam buku ini, kita akan banyak menemukan istilah-istilah
ekonomi yang bagi orang awam akan sulit dimengerti. Jujur saja, pada
halaman-halaman depan, saya mesti mengerutkan dahi karena sulitnya memahami
beberapa istilah yang digunakannya. Namun, akhirnya Bang Tere memberikan
perumpamaan-perumpamaan sederhana yang lebih mudah untuk dimengerti dari
istilah tersebut. Ini dia kelebihan Bang Tere yang selalu saya salutkan.
Saya yakin, baik pembaca setia buku-buku Tere Liye
ataupun hanya sekedar melihat atau membaca, pasti bersepakat soal judul dari
novel ini sangat kontroversial. Belum lagi sampulnya yang bergambar pinokio
berjas serta musang berbulu domba. Sedikit banyak dari sampul sudah menjelaskan
beberapa hal dari isi buku ini.
Kisah Bank Semesta ini mengingatkan saya dengan kasus yang pernah terjadi di kehidupan nyata kita. Belum lagi kisah pelariannya yang mendebarkan, pertarungan, kesetiaan
hingga pengkhianatan semua ada di cerita ini. Thomas, sang tokoh utama, mampu
mengubah pemikiran menteri, orang-orang kaya dan menaruh pion-pion sesuai
tempatnya menjadi daya tarik dari cerita ini.
Buku ini merupakan sindiran bagi pemerintahan yang masih korup, rusaknya
sebuah tampuk kepemimpianan, penguasa yang suka semena-mena, pemimpin yang
selalu berteriak membangun namun nyatanya menghancurkan, serta tabiat manusia
yang haus akan uang dan kekuasaan.
Mari kita kupas satu-satu dari buku ini:
- Tokoh
Sebagai
tokoh utama, sosok Thomas disini sangat saya sukai. Manusia yang diliputi
dendam masa lalu terasa sungguh mengerikan. Rencana-rencana besar yang
dijalankan olehnya membuat saya berdebar sendiri. Kemampuan dia untuk lolos
dari kejaran para polisi serta pengkhianat patut diacungi jempol. Dan yang
paling saya sukai, ialah bagaimana ia melakukan “sihir” untuk kabur dari
sekumpulan besar polisi bersenjata lengkap -seperti hendak menangkap teroris-
yang telah menunggu di bandara Bali. Rencana yang gila namun brilian.
- Alur
Alur
yang diberikan secara keseluruhan bagus. Dengan mengulas kisah kehidupan di
masa lalu, semua misteri satu per satu terkuak. Pada akhirnya membuat saya
terkejut tentang kenyataan pada masa lalu. Terutama tentang pengkhianat dari dalam
keluarga Thomas. Puluhan tahun, keluarga Thomas ditipu mentah-mentah oleh orang
yang dipercayai.
- Tema Cerita
Seperti yang sudah saya sebutkan
diatas, di buku ini akan banyak di dapatkan istilah ekonomi, cerita tentang
dendam, kesetiaan dan pengkhianatan. Walaupun berbeda dari tema tulisannya
selama ini, Bang Tere tetap tidak meninggalkan ciri khasnya, yaitu menceritakan
dengan sederhana, mengajari tanpa menggurui. Meski diliputi cerita akan dendam,
tapi disini menunjukkan betapa besar rasa cinta Thomas kepada kedua
orangtuanya. Segala risiko akan diambil, selama dendam atas kematian
orangtuanya dapat terbalaskan. Dan saya akan sangat setuju jika buku ini juga
di filmkan seperti buku-buku bang Tere yang sebelumnya, Hafalan Shalat Delisa
dan Bidadari-Bidadari Surga serta serial Anak Kaki Gunung dari buku serial anak-anak mamak yang beberapa
saat lalu sudah ditayangkan di televisi.
Walaupun tema cerita ini cukup hard, namun Bang Tere tetap menyisipkan
hal-hal humor. Seperti kisah Opa Thomas yang suka mengulang-ulang cerita seperti
kaset rusak. Belum lagi beliau
yang sesungguhnya lebih lihai dalam berbisnis namun (mengakunya) adalah pemusik
yang baik. Padahal ia payah. Semua alat musik sudah dicoba dan selalu ada
alasan baginya saat tidak berhasil memainkan alat-alat tersebut. Ini
mengingatkan saya pada salah satu tokoh kartun yang berada di dunia bawah laut
itu.
Atau
pun pada adegan Fernando dan Esmeralda. Kalau seandainya buku ini mau di
filmkan, adegan Fernando-Esmeralda ini WAJIB ada. Saya yang saat itu sedang
membaca dengan serius, bisa langsung kelepasan tertawa membacanya. Well, selera humor Bang Tere itu bagus.
- Ending
Ending dari cerita ini selesai namun tidak tuntas. Maksudnya, masih ada
beberapa hal yang dibiarkan menggantung. Penyelesaian terhadap masalah dengan
Tuan Shinpei tidak dijelaskan disini. Dan ya, penyelesaian masalah ini tertulis di buku kelanjutannya, yaitu Negeri Di Ujung Tanduk.
- Pelajaran
- Perbanyaklah teman, dengan begitu, saat kita
ingin kabur dari kejaran satu peleton polisi kita akan mudah mendapatkan
bantuan (Lho?). Bukan…bukan…karena sewaktu-waktu kita pasti akan membutuhkan
pertolongan mereka.
- Hidup itu adil, terlepas dari segala kesusahan
yang dulunya kita hadapi. Tuhan tidak pernah tidur. Akan ada jalan yang
diberikan-Nya untuk kita yang bersungguh-sungguh.
- Jadilah petarung sejati, manusia yang tidak
pernah berkhianat.
- Segala sesuatu yang kita lakukan, mau perbuatan baik ataupun buruk,
pasti akan ada balasannya. Siapa yang menanam, dia yang menuai. Tidak pun
sekarang, pasti akan datang balasannya.
Secara
keseluruhan buku ini tidak mengecewakan saya, sama dengan buku-buku Bang Tere
yang lainnya. Jika mau, cerita ini juga dapat dibaca di fanpage Darwis Tere Liye
di facebook dalam bentuk cerbung dengan judul Bangsat-Bangsat berkelas. Saya
sendiri tidak tau perbedaan yang versi online
itu dengan yang di buku ini, soalnya tidak saya baca :D
Saya
kasih rate 4 dari 5 bintang untuk
buku ini :)
0 comments:
Post a Comment