Monday, November 18, 2013

Untuk Mama



Mama...aku rasanya ingin menangis. Sudah kutahan semampuku, namun sesak itu selalu ada menggelayuti hatiku. Berulang kali pikiran bahwa hidup tak berlaku adil menghampiri, namun segera kutepis. Karena katamu, Tuhan selalu adil terhadap semua makhluknya, adil terhadap semua hal yang terjadi di atas bumi ini. Bahkan sehelai daun yang jatuh bekerja karena hendaknya.
Mama...kadang rasanya satu malam jauh lebih panjang dai biasanya. Dan pada saat itu, aku akan sulit untuk memejamkan mata. Apakah aku telah mengecewakan kalian? Apakah aku telah gagal? Pertanyaan seperti itu selalu berputar di kepalaku. Dan membuat kalian kecewa adalah hal terakhir yang akan aku lakukan.
Mama...apakah hidup ini sungguh adil?
Aku sudah berusaha keras dalam setiap tindakanku. Namun mengapa masih saja ada batu besar yang menghalangi setiap langkahku? Mengapa saat aku melihat orang yang tak peduli, setiap langkahnya baik-baik saja? Atau itu hanya pandanganku saja? Aku hanya tidak tahu kesulitan apa yang sesungguhnya menghampiri setiap langkah mereka. Ya, mungkin aku hanya tidak tahu.
Mama...kata mereka, perempuan hebat adalah ia yang pada saat menangis tidak ada satupun manusia yang mengetahuinya, apakah aku sudah menjadi perempuan yang hebat, Ma? Tapi kurasa belum. Aku bahkan merasa sangat malu karena dinding kamar seolah mencemoohku saat ini. Mereka seolah berkata, “Sudah jangan sok! Kami tahu kau menagis!” Rasa-rasanya benda matipun dapat membaca isi hatiku.
Sabar itu buahnya manis, katanya. Sudahkah aku bersikap sabar, Ma? Bisakah aku memetik buah yang manis itu?

 Bandung, 18 November 2013
tiranika

0 comments:

Post a Comment