Hei, ke kost aku sekarang nek. Aku mau pulang, buru2 nih.
Itulah sebait pesan singkat yang aku terima dari teman sekelasku. Hari ini dia akan pulang ke tempat asalnya yang masih di salah satu kota di Jawa Barat. Sedikit kesal juga. Seharusnya kan dia yang pamitan dan datang ke kosku. Ini mengapa aku yang disuruhnya datang ke tempat kos dia? Tapi tidak apa-apalah. Aku sudah lama juga tidak datang ke kosan dia dan aku juga ingin bertemu dengan ibunya. Setahuku orangtuanya akan menjemput dia hari ini. Hah...masih sebulan lagi kami baru bisa bertemu.
Aku segera mengambil jaket dan jilbab yang tergantung di dinding kamarku. Setelah memastikan listrik yang menyala telah aku matikan, aku segera melangkah keluar dan mengunci pintu kamarku.
Disaat akan menuruni tangga, aku melihat ada dua buah koper dan dua buah kardus di salah satu sudut balkon. Ah...ini pasti barang-barang salah satu teman kosku yang nanti sore juga akan pulang ke kampung halamannya bersama kedua orangtua dan adiknya. Memang, dua hari lalu keluarganya sudah tiba disini untuk menjemputnya.
Tiba-tiba perasaan sedih dan sesak menggelayuti hatiku. Ada apa ini? Aku yakin bukan karena dua orang temanku akan pulang hari ini, sedangkan aku masih harus menetap disini. Toh, 3-4 hari lagi aku juga akan pulang. Lalu...
Bayang-bayang wajah orang yang aku cintai tiba-tiba berputar ibarat film bioskop didepan mataku. Dia ternyata. Dia yang selama beberapa bulan ini tak henti-hentinya aku pikirkan. Dia yang selama ini berhasil membuat aku senyum-senyum sendiri hingga aku nyaris dikatakan sebagai orang gila oleh teman-temanku. Sambil menuruni tangga, pikiranku melanglang buana menuju hari-hari kedepan.
Tiga hingga empat hari lagi, aku akan pulang dan aku tidak pasti dapat bertemu dengannya lagi. Kecuali jika aku ada urusan untuk pergi ke kampus menjelang kepulanganku. Aku sendiri tidak dapat memastikan apakah aku akan ada kegiatan untuk pergi ke kampus. Di pertengahan bulan depan, dia juga akan pulang ke kampung halamannya dan itu setelah dia menjalani sidang akhirnya. Selama sebulan aku libur, sudah dipastikan tak dapat bertemu dengannya.
Pada saat selesai liburan, sudah pasti dia tidak akan datang lagi ke kota kembang ini. Dia tidak akan mengikuti matakuliah apa-apa lagi, kan?! Sidang juga sudah ia jalani. Tapi jika ia baru akan sidang di bulan September nanti, akan jadi lain soal. Saat ini yang ada dipikiranku hanya kemungkinan terburuk.
Jika memang seperti itu jadinya, berarti...aku baru akan bisa bertemu dengannya lagi nanti saat ia akan menjalani wisudanya. Itu masih sekitar dua hingga dua setengah bulan lagi. Setelah wisudanya berakhir?? Aku benar-benar merasa gila memikirkan ini. Hanya memikirkannya saja sudah membuatku seperti ini. Apalagi jika benar seperti itu kejadiannya. Ya Tuhan...sanggupkah aku bila selama itu tidak melihatnya? Sanggupkah aku menjalani hari setelah acara wisudanya itu?
Tuhan...bantu aku. Bantu aku untuk bertemu dengannya menjelang kepulanganku. Aku ingin melihatnya dan aku harap ia juga bisa melihatku dan memberikan senyuman serta sapaannya padaku. Jika tidak, aku mungkin akan sangat menyesali. Menyesali pertemuan terakhirku dengannya seminggu yang lalu, aku tidak mendapatkan sapaannya bahkan sekalipun hanya sebuah kesadarannya akan hadirku.
Ujung Pelangi
29 Juli 2011