Sunday, July 31, 2011

Sebentuk Hati

Malam Ramadhan pertama. Aku begitu bersyukur bisa bertemu lagi dengan bulan yang mulia ini. Tapi entah mengapa, aku justru merasa enggan untuk melangkahkan kakiku ke masjid untuk menjalankan ibadah shalat tarawih berjamaah. Ada sedikit rasa berat didalam hatiku. Aku tahu, ini dikarenakan hanya dalam hitungan jam aku akan pulang ke kampung halamanku yang sudah lima bulan ini aku tinggalkan.

Bahagia? Pasti. Rasa rindu yang telah tertumpuk didalam hatiku terhadap orangtuaku, adik kecilku, rumahku, teman bermainku...semua. Semua yang ada disana sungguh aku rindukan. Banyakkah yang berubah dari sana? Entahlah. Aku tidak dapat memastikannya hingga aku tiba disana. Lima bulan, waktu yang tidak sebentar. Segalanya bisa terjadi. Karena waktu, sesingkat apapun dia, bahkan walau hanya sedetik, dapat mengubah segala hal yang ada di dunia ini.

Aku menatap sendu jalanan kota dari dalam angkutan massal ini. Ya, akhirnya aku putuskan untuk keluar mencari beberapa hal yang bisa aku jadikan oleh-oleh. Hei, jangan kau berpikir aku tidak menjalankan ibadah tapi justru malah keluyuran. Aku tetap menjalankan ibadah shalat tarawihku. Tapi, ya...bukan di masjid secara berjamaah, melainkan di kosanku.

Aku menghela napas berat. Mengapa menjelang kepulanganku ini, aku merasa sedih? Mengapa ada perasaan sedikit tidak rela meninggalkan kota ini? Padahal, pada kepulanganku yang sebelum-sebelumnya, aku menyambutnya dengan sukacita.  Justru pada saat itu aku berharap agar waktu bisa melesat dengan cepat ibarat roket. Jika perlu, dalam sehari bukan dilalui dengan 24 jam. 12 jam juga sudah lebih dari cukup. Tapi mengapa sekarang aku merasa sebaliknya?

Satu bagian hatiku segera menemukan jawabannya.
Karena aku tidak lagi menganggap kota ini, kamar kos-ku ini, sebagai tempat persinggahan sementara. Aku sudah bisa membiarkan diriku terutama hatiku untuk menganggap tempat ini sebagai rumah keduaku. Aku telah mendapatkan kenyaman. Meskipun terkadang, selalu ada yang membuatnya terasa kurang. Aku telah mendapatkan benyak teman baik disini. Tapi tak juga melupakan teman-teman baikku di tempat kelahiranku.

Ada lagi?
Ada. Jawab bagian hatiku yang lain.

Aku tahu, aku sedikit merasa tidak rela adikku yang kebetulan juga melanjutkan pendidikannya disini akan aku tinggalkan sendiri. Memang, aku sudah menjelaskan dan memberitahu beberapa hal yang ada disini kepadanya. Tapi tetap saja, perasaan sedih itu tak kunjung menjauh.

Hah...lagi-lagi helaan napasku terasa berat. Ada lagikah hal lain yang membuat aku seperti ini?

Ada. Bisik hati kecilku.

Karena kini aku telah menemukan cinta. Cinta yang lain, cinta yang berbeda. Cinta yang terkadang membuatku nyaris gila. Seorang penawan telah membuat hatiku enggan untuk meninggalkan kota ini. Seorang penawan yang hanya mampu aku kagumi dari kejauhan. Itulah, itulah yang menjadi pengganjal utama kesedihanku. Karena sebentuk hatiku, secara perlahan-lahan telah aku serahkan untuk seseorang disini. Seorang penawan yang tak pernah menyadari pengaruh dirinya bagi diriku.


Ujung Pelangi
31 Juli 2011

0 comments:

Post a Comment