Sunday, December 4, 2011

Kelabu


Tak ada yang benar-benar hitam dan tak ada pula yang benar-benar putih di dunia ini. Yang ada hanya kelabu...

Akhir November 1988,

Sunyi. Itulah penilaian pertama dari ruangan yang berukuran tak seberapa besar ini. Suara keyboard komputer yang beradu dengan jari satu-satunya manusia di ruangan ini menjadi musik latar pengiring kesunyian. Entah apa yang sedang dilakukan oleh lelaki itu. Yang pasti dia terlalu sibuk dengan dunianya hingga rengekan kucing kesayangannya yang sudah dari 28 menit yang lalu meminta makan padanya, tidak dia hiraukan.

"Haha...berhasil!!" pekik lelaki itu tiba-tiba hingga kucing yang sedari tadi bergelayut manja di kakinya, langsung berlari dan bersembunyi di balik lemari.

Lelaki itu seolah belum menyadari dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dia terus tersenyum dan menatap bangga pada layar komputernya.

Kucingnya yang berada di balik lemari kembali mengeong. Kali ini lelaki itu baru menyadari keberadaan kucingnya karena suara kucingnya terdengar ketakutan.

"Aahh...kemarilah sayang" lelaki itu menggendong kucingnya. Menimangnya seperti anak manusia.

"Maafkan aku yang telah membuatmu ketakutan. Aku tadi terlalu senang hingga lupa akan dirimu. Kau lapar bukan??"

"Ayo, kali ini kita akan makan mewah" ucap lelaki itu pada kucingnya.

"Aku akhirnya berhasil menanamkan worm pada OS UNIX mereka" kucing lelaki itu mengeong, seolah mengerti terhadap apa yang diucapkan oleh lelaki itu.

"Haha...kau mau mendengar cerita lengkapnya ya?! Sambil makan, akan kuceritakan"

Lelaki itu biasa dipanggil Robert. Lengkapnya Robert Mitnick. Seorang maniak dalam mengotak-atik komputernya. Sudah berulang kali dia melakukan pembobolan bahkan kekacauan pada jaringan-jaringan komputer. Awalnya hanya berupa keisengan. Tapi lama-lama justru menjadi sebuah kebutuhan. Ada rasa bahagia tersendiri dalam dirinya tiap kali berhasil melakukan aksinya.

Karena kebiasaannya itu, dia pun mendapat julukan sebagai black-hat hacker atau hacker topi hitam. Tokoh yang kerap melupakan batasan moral dan etika dalam melakukan inovasi teknologi. Sudah banyak yang memburunya. Tapi satu-satunya data yang berhasil ditemukan darinya ialah Morris, nama yang ia gunakan sebagai seorang hacker.

Kali ini ia menanamkan worm atau 'cacing' pada sistem operasi UNIX sebuah universitas IT yang cukup terkenal di Amerika. Worm tidak perlu sengaja dituangkan pada disket ataupun flashdisk untuk menyebarkan diri. Worm komputer bisa menyebarkan dirinya sendiri selama ada jalan yang bisa menghubungkan dirinya ke komputer lain seperti jaringan internet atau jaringan komputer lokal.

Worm ini dapat menjalankan perintah-perintah lain pada mesin yang ditujunya. Untuk bisa menyusup ke sistem komputer lain, worm di program untuk dapat menemukan daftar pemakai dari sebuah jaringan komputer dan kemudian mulai mencari passwordnya. Dengan memanfaatkan kemalasan pemakai komputer, si worm mencari komputer yang password-nya sama dengan username-nya. Jika cara ini gagal untuk menembus sistem komputer, worm diperintahkan untuk mencoba username lain dengan menggunakan daftar 432 password yang bisa dipakai oleh para hacker.

Ini hanya proyek main-main bagi Robert. Karena ada kesenangan tersendiri saat mengetahui orang-orang panik mendapati kerja komputernya kian berat.

"Biarkan saja administrator jaringan komputer bekerja lebih keras malam ini. Kita bersantai..."

Keisengan yang merajai. Memang tak selamanya merusak. Namun pasti merugikan...

***

"Entah mengapa, aku yakin kali ini masih kau yang membuat ulah," seorang pria masuk ke dalam apartemen Robert tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Dia sudah terbiasa melakukan hal ini, terlebih lagi jika dia tengah kesal menghadapi kelakuan Robert.

"Apa?" tanya Robert cuek. Ia sedang memberikan makanan untuk kucingnya dan mempersiapkan sarapan untuk dirinya sendiri.

"Cacing-cacing itu. Kau kan yang melakukannya??" tanya pria itu.

Mendengar tuduhan -yang memang benar- dari pria itu, Robert menarik satu ujung bibirnya. Cengiran khas Robert, cengiran meremehkan dan memuakkan. Pria tersebut mendesah panjang saat melihat cengiran Robert. Dia sangat mengenali cengiran itu.

"Kau tahu?! Hanya dalam 2 hari, 6 ribu komputer di internet terserang cacing-cacing itu. Itu artinya, cacing-cacing itu telah menyerang 10% dari total komputer yang terhubung ke internet. Komputer-komputer itu macet karena swap space dan tabel pemrosesan menjadi penuh. Petugas jaringan komputer sampai kewalahan bagaimana membasminya. Mengapa kau bisa sejahat ini??" tanya pria itu sambil menahan amarahnya.

Robert sedikit terkejut mendengarnya. Benarkah?? Hingga 6 ribu?? Padahal niatnya hanya menyerang komputer satu universitas saja. Dan itupun tidak sampai membuat komputer macet. Hanya membuat kerjanya menjadi sedikit lebih berat.

"Wow!" seru Robert Takjub. "Aku tidak menyangka. Padahal aku tidak berniat hingga sejauh itu. Berarti cacing-cacing itu lebih pintar dari pada aku sendiri..." ungkapnya seraya menerawang.

"Kau gila!! Kapan kau akan berhenti membuat kekacauan??" tanya pria itu frustrasi.

"Sampai aku bosan..."

"Dan...kapan kau bosan??" Robert hanya mengedikkan bahunya pertanda tak peduli.

Pria itu kembali mendesah. Kali ini lebih berat. Dia adalah teman dekat Robert sejak duduk di bangku sekolah tingkat atas. Namanya William. Dia bisa dibilang satu-satunya orang yang mengetahui siapa hacker sialan yang selalu membuat kekacauan di kota ini.

"Hah...kapan kau akan membawa kebaikan dari ilmu yang kau miliki..."

***

Sudah sebulan semenjak kekacauan yang diciptakan oleh Robert. Pada malam hari setelah kedatangan William ke kediaman Robert, petugas jaringan komputer berhasil mengatasi cacing ciptaan Robert. Cacing itu akhirnya diberi nama Morris Worm, sesuai dengan nama hacker penciptanya.

Namun hari ini, petugas jaringan komputer kembali dibuat kerja keras. Pasalnya, ada yang berusaha membobol data salah satu perusahaan besar di kota ini. Sudah hampir 24 jam, petugas harus berjuang membantu menyelamatkan data perusahaan tersebut. Hampir seperempat data penting telah di dapat oleh pengacau itu, dan sebagian diantaranya telah dirusak olehnya.

Banyak yang menduga pelaku kali ini masih orang yang sama, Morris. William yang mendengar hal tersebut, segera menghampiri Robert. Jika benar kali ini masih Robert yang berbuat ulah, aku tidak akan tinggal diam. Batin William.

"Kau yang mencuri dan merusak data perusahaan itu?? Mengakulah!" tanya William penuh amarah.

Robert yang sedang bersantai di dekat perapian sambil meminum segelas teh hangat mengerutkan keningnya. Mengapa orang ini baru datang sudah marah?? Dan apa tadi katanya? Mencuri dan merusak??

"Apa?" tanya Robert singkat.

"Data perusahaan itu, kau kan yang mencuri dan merusaknya?! Selama ini hanya kau yang selalu membuat kerusuhan. Orang-orang itu juga mengatakan bahwa masih Morris lah pelaku kali ini!!"

"Aku tidak mencuri atau pun merusak data perusahaan itu seperti kau dan orang-orang itu tuduhkan!! Komputer bahkan tidak aku nyalakan sejak tadi malam..." sanggah Robert.

William terdiam. Jika memang Robert yang melakukannya, dia pasti dengan senang hati mengakuinya. Tapi kali ini...dia membantah. Berarti memang bukan dia??

"Kau serius?" tanya William berusaha meyakinkan.

"Aku serius. Sangat serius. Selama ini aku hanya merusak sistem kerja jaringan komputer mereka, bukan?! Jika ada data yang rusak, itu haya efek sampingnya!!" ungkap Robert kesal. Enak saja dia dituduh seperti itu.

"Lalu jika bukan kau, siapa?"

"Mana ku tahu!! Kau cari tahu saja sendiri!!"

Mereka terdiam karena hal yang berbeda. Robert karena kesal dan William karena bingung.

"Robert..." William memecah kesuyian diantara mereka. "Tak ingin kah kau membantu mereka??" tanyanya dengan sedikit ragu.

Robert mengerutkan keningnya tanda tak mengerti dengan pertanyaan William.

"Iya, kau membantu perusahaan itu. Selama ini kan hanya kau si jenius yang selalu membuat rusuh. Berbuat baiklah sekali-sekali"

"Setelah mereka bahkan kau menuduhku sebagai pelaku, sekarang aku harus membantu mereka?! Maaf saja!! Tidak akan aku lakukan!!" tolak Robert terang-terangan.

William tak bisa berkata apa-apa lagi. Salah mereka yang telah menuduh Morris atau Robert sebagai pelakunya. Tapi, kan itu juga karena ulahnya.

"Baiklah, jika kau menolaknya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku hanya merasa kasian dengan petugas jaringan yang telah bekerja keras selama 24 jam..."

"Dulu bahkan mereka bekerja selama dua hari, bukan? Jadi 24 jam itu bukan apa-apa!!" ucap Robert sinis menyela ucapan William.

William akhirnya memilih pergi dari kediaman Robert. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya disini. Sekarang saatnya dia memikirkan, bagaimana memberitahukan kepada orang-orang bahwa bukan Morris pelakunya. Hawa musim dingin menyerbu seiring kepergian William meninggalkan kediaman Robert. Sementara itu Robert sendiri kembali sibuk dengan urusannya. Namun tak ada yang tahu, apa yang ada dipikirannya saat ini.

***

"Ha??" petugas jaringan yang sedang bekerja keras dibuat terbengong seketika. Beberapa orang yang tidak tahu apa-apa menatap penuh tanda tanya kepada mereka.

"Kenapa?" tanya salah satu diantara mereka.

"Lelaki tadi itu benar. Pembuat kerusuhan kali ini bukan Morris. Tapi ada orang lain..." jawab salah satu petugas.

"Apa?? Dari mana kalian tahu??"

"Morris membantu kita. Dia telah membantu menyelamatkan perusahaan ini"

"Maksudnya??" masih ada juga yang belum mengerti dengan penjelasan petugas itu.

"Iya, dia yang telah membantu menyelamatkan perusahaan ini. Ada nama Morris disini. Dan dia juga memberitahu, siapa pelaku sebenarnya..." beberapa petugas yang lain mengangguk, membenarkan ucapan petugas itu. Orang-orang yang ada diruangan itu melongok ke arah komputer si petugas. Memang benar, ada jejak-jejak yang selalu ditinggalkan Morris tiap melakukan aksinya. Namun kali ini ada pesan lain yang tertinggal disana. Nama pelaku kali ini...

"Benar yang lelaki itu bilang, Morris pasti akan meninggalkan jejak setiap melakukan aksinya. Kenapa kita bisa tidak menyadari hal itu??" semua yang ada di ruangan itu mengangguk setuju. Tapi ada juga yang masih mengerutkan keningnya.

"Tapi aku merasa aneh. Morris berbuat baik?? Membantu kita??"

Semua yang ada di ruangan itu kembali dibuat berpikir. Benar juga. Morris itu golongan black-hat hacker, tapi dia kali ini membantu?? Ada angin apa?

***

"Kau akhirnya berbuat baik juga dengan ilmu yang kau miliki" ucap William. Robert yang mendengarnya hanya menarik sedikit ujung bibirnya, tak begitu peduli.

"Aku melakukannya hanya untuk membersihkan namaku dari kasus itu. Tidak ada alasan lain..."

"Yayaya...terserah apa pun alasannya. Yang pasti, kau sudah berbuat kebaikan"

"Hmm...sepertinya julukan black-hat hacker tidak cocok lagi untukmu. Tapi jika aku menyebutmu white-hat hacker kau juga belum sepenuhnya menggunakannya untuk kebaikan. Lalu apa?" William tampak berpikir. Sedangkan Robert hanya menatap aneh pada temannya yang begitu merasa penting memberikan julukan untuknya.

"Hhaa...aku tau!!" seru William. "Kau adalah grey-hat hacker, hacker topi kelabu! Karena kau tidak sepenuhnya hitam ataupun sepenuhnya putih."

Robert hanya tertawa kecil mendengar julukan itu. Ya, mungkin memang benar. Robert bukan tipe orang yang sepenuhnya berbuat baik ataupun sepenuhnya berbuat jahat. Lagi pula, white-hat dan black-hat tidak bisa menjadi harga mati sebuah penilaian. Ini membuktikan, tak ada yang banar-benar baik ataupun yang benar-benar jahat di dunia ini. Yang ada hanya...kelabu...

Ya, aku adalah penjahat. Kejahatanku adalah keingintahuanku. Kejahatanku adalah menilai orang berdasarkan perkataan dan pikiran mereka dan bukan berdasarkan penampilan mereka. Kejahatanku adalah menjadi lebih pintar dari kalian, sebuah dosa yang tak akan bisa kalian ampuni.

Aku adalah hacker,dan inilah menifestoku. Kau bisa menghentikan satu, tapi kau tak bisa menghentikan semuanya…bagaimanapun juga, kami semua sama.
(The Mentor,1986)

=Selesai=

Ujung Pelangi
4 Desember 2011 

0 comments:

Post a Comment