Saat aku terdiam, aku mencoba
mengerti. Mengamati sekelilingku, mencoba untuk menebak segala sesuatu yang tak
terlihat oleh kasat mata. Bagaimana orang-orang itu menjalani lakonnya di dunia
ini. Ada yang sempurna jelas sedang menipu, ada juga yang bertingkah seolah tak
mempunyai beban bagi lakon yang dijalaninya.
Aku meyakini, slalu ada yang
tersimpan dari segala seni peran yang kita jalani di dunia. Tak menutup
kemungkinan, ada air mata yang terbendung dari senyum yang menawan. Ada cinta
yang mendalam dari sebuah kejenakaan. Ada beban besar yang ditanggung, dari
bibir yang melucu. Terkadang, akan ada rasa sakit yang tersimpan dari segala
kebaikan yang terurai. Jika sudah seperti itu, semua terasa semu, bahkan untuk
hal yang bernama kebahagiaan.
Dalam hal ini, termasuk juga aku.
Aku mungkin bisa menjadi lakon penipu ulung dalam sandiwara ini. Berpura-pura
tak pernah terjadi apapun, namun dalam hati aku sakit menahan tangis. Rasa kesal
dan amarah harus aku kubur dalam-dalam demi sebentuk hubungan yang orang-orang
menyebutnya 'persahabatan'. Dan kalimat 'aku-tidak-apa-apa' selalu menjadi
mantra andalanku.
Aku melihat, agar aku mengerti.
Aku terdiam, agar aku bisa memahami. Aku merenung untuk belajar bagaimana
bentuk takdir Tuhan sedang bermain di dunia ini. Walau aku tau, sulit untuk
mendapatkan penjelasan yang pasti dari semua itu. Tak ada yang pasti. Bahkan
sekedar untuk ilmu matematika.
Bandung, 2 Juni 2012
Catatan akan
kekesalan hati
0 comments:
Post a Comment