Sunday, May 19, 2013

Marriage? Part 2

sumber: http://megainfo92.blogspot.com


Kejadian 2:
Ini terjadi beberapa minggu lalu. Mungkin sekitar 2 mingguan. Saat itu, aku sedang di kosan. Aku ingin mengambil kopi kaleng punyaku yang aku simpan di lemari pendingin.
Saat ingin kembali ke kamar, tiba-tiba aku mendengar jeritan salah satu teman kosanku. Bukan jeritan histeris atau yang bagaimana. Tapi jeritan yang lebih terdengar shock dan tidak menyangka. Aku urungkan niat untuk kembali ke kamar. Mungkin sedikit mengintip untuk mencari tahu tidak ada salahnya. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup. Kepalaku menyembul dari balik pintu kamarnya. Hmmm…kita sebut saja teman aku ini A.
“Ada apa, A?” tanyaku.
“Nin, orangtuanya teman SMA-ku…” Dia belum menyelesaikan kata-katanya langsung aku potong saja tanpa piker panjang.
“Kamu dilamar?” Aku tidak tau pemikiran itu dari mana datangnya. Aku rasa mulutku bergerak sendiri.
“Jadi begini, dulu itu…” Lagi-lagi dia belum menyelesaikan kata-katanya, aku potong kembali.
“Sebentar! Aku tutup pintu kamar dulu.” Aku teringat pintu kamarku yang aku biarkan terbuka tadi untuk mengambil kopi. Aku cepat-cepat menutup pintu kamar dan meletakkan kopi yang sudah aku ambil. Kopi bisa nanti, cerita ini sepertinya lebih penting.
Ah, aku tak perlu rasanya untuk menceritakan secara utuh cerita kami saat itu. Yang pasti tebakan asal nyomot aku benar. A dilamar oleh orangtua teman SMA-nya -yang juga temannya saat SD- untuk anaknya. Bukan untuk si bapak. Kita sebut saja teman SMA ini dengan RI. (Oke, aku memang payah untuk urasan nama-nama begini)
Lamaran itu…bisakah aku sebut secara langsung? Apa tidak langsung? Implisit atau eksplisit?
Intinya orangtua RI, mengirimkan pesan singkat kepada A, apakah A sudah punya calon atau belum. Sms ini yang membuat A menjerit shock. Aku membantu A untuk menjawab.
“Bilang aja belum kepikiran. Skripsi juga belum kelar.” Begitu saranku kala itu.
Setelah A mengirim pesan yang kurang lebih isinya begitu, orangtua RI kembali membalas pesan tersebut. Oke, isinya kali ini makin bikin A galau. Orangtua menyatakan kecemasannya jika nanti ‘keduluan’ dari orang lain.
Aku pribadi saat mendengar tentang lamaran ini langsung bersemangat dan menyuruh A untuk menerima lamaran itu! Iya, langsung terima aja! Soalnya aku dari dulu selalu berpikir, “Ini nggak ada temen aku yang mau nikah ya? Biar aku bisa datang ke acaranya.”
Iya, karena aku ingin bisa menghadiri acara pernikahan teman aku. Terutama yang sudah dekat seperti A. Makanya aku menyuruh A untuk menerima lamaran itu.
Selain itu ya, ada pertimbangan A juga mengenai RI. berdasarkan cerita A, RI sosok lelaki yang sholeh, baik, sudah berpenghasilan yang baik, seorang mahasiswa teknik ITB. Sebenarnya ini sudah ‘paket lengkap’ dari keinginan A. dia ingin laki-laki yang sholeh, yg bisa jadi imam, berpenghasilan dan ini yang bikin greget, mahasiswa teknik ITB!
Bukan..bukan lantaran label ‘ITB’. Tapi karena A sebelumnya sempat berceletuk, entah serius atau hanya celetukan asal. Dia bilang, “Aku mau nyari anak teknik ITB, ah…”
Dan voila! Omongannya langsung di aminkan oleh malaikat. Dia langsung mendapatkan paket lengkap, benar-benar lengkap sesuai dengan keinginannya. Apalagi yang kurang coba?
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman)
Tapiii…RI ini orangnya keras. Nah, kerasnya ini yang membuat A ragu, selain karena A baru saja move on dari memikirkan tentang M.
Siapa pula M itu? Ah, sudah, nggak perlu tahu. Hehehe…
Yah, pokoknya setelah kegalauan panjang hari itu, setelah menelepon orangtuanya, A akhirnya bisa memutuskan. Dan jawabannya: tidak. Kayaknya orangtua A masih menginginkan A untuk selesai dulu kuliahnya dan masih penasaran dengan M. Yeahh…padahal aku sebagai teman A sudah ilfeel dengan M. Kenapa dia masih jadi bahan pertimbangan?

tiranika

0 comments:

Post a Comment