Kejadian 3:
Ini obrolan
terjadi beberapa hari lalu. Tepatnya di tanggal 14 Mei 2013. Saat itu, aku
sedang mengikuti seminar/kuliah umum/penutupan lomba kegiatan mahasiswa. Yah,
semua itu sepaket. Saat di tengah acara, aku bercerita dengan salah seorang
temanku. Kali ini sebut saja namanya, hmmm…FS.
FS sebenarnya
sudah punya kekasih, seusia. Sudah hampir setahun berjalan. Tapi kemarin dia
bercerita belum lama ini mengenal seorang laki-laki, sudah bekerja, mapan,
berbeda usia 5 tahun dengannya. Mereka cukup dekat. Boleh dibilang, ada unsur
campur tangan keluarga FS untuk mengenalkan keduanya. Ada kemungkinan lelaki
yang baru dikenalnya ini memiliki ketertarikan dengan FS.
Tapi FS bingung.
Dia sudah punya kekasih. Belum lagi laki-laki ini punya masa lalu yang kelam.
Batal menikah, padahal sudah banyak persiapan untuk pernikahan itu yang
dilakukan. Mantan kekasih lelaki itu yang memutuskan. Dan fakta itu kian
membuat FS tidak nyaman. Bisa-bisa dia dianggap sosok perermpuan jahat. Karena
sudah punya kekasih tapi masih membiarkan dirinya dekat dengan lelaki lain.
Well, saat FS bercerita, aku langsung berkata,
“Udah, pilih yang udah mapan aja! Dari pada yang seusia, nunggunya kelamaan.”
Oke, aku
mengakui saran (pernyataan) itu aku usulkan tanpa memikirkan benar-benar
terlebih dahulu. Tapi ya, realistis saja. Rasa-rasanya lebih pas dengan yang
sudah mapan begitu. Bisa mengayomi, menyeimbangi dan yang pasti, nggak perlu
nunggu waktu terlalu lama. Paling lama yah hanya 1-2 tahun untuk menikah? Ya
kan?
Dari keluarga FS
sebenarnya membebaskan pilihan pada FS. Tapi sedari awal juga keluarga FS sudah
berkata agar tidak terlalu dekat dengan kekasihnya saat ini. Bukan, bukan tidak
suka. Tapi lebih ke pemikiran ke depan. Kita tidak akan tahu bagaimana yang
akan terjadi ke depannya, kan? Jadi dari pada menyesal di akhir, lebih baik di
wanti-wanti sedari awal.
Dan pembicaraan
kami hari itu berakhir tanpa jawaban yang benar-benar pasti. Hanya menggantung
di udara. Biar Tuhan yang lebih tahu bagaimana baiknya…
***
Itu dia
pembicaraan absurd saya dengan teman saya yang berbeda-beda. Lucu, semuanya
menyangkut soal pasangan dan menikah. Hihi…mana rentang waktunya tidak terlalu
jauh-jauh lagi. Memang sih, saya juga biasanya juga sering membicarakan masalah
pernikahan dengan teman-teman saya. Tapi ya, ketiga cerita itu terasa special
bagi saya.
Belum lagi saya
juga baru membeli novel yang masih menyinggung masalah, “melamar” dan
“menikah”. Awalnya nggak terlalu memperhatikan. Tapi setelah akhirnya dipilih
dan dibawa pulang, baru nyadar, “Kok soal pernikahan lagi ya?”
Saya ini
seseorang yang pro nikah muda. Saya senang deh, dengan pasangan-pasangan yang
memutuskan menikah di usia muda. Oke, lebih tepatnya perempuan yang menikah
muda. Kalau yang laki-laki, selama dia sudah mampu untuk menghidupi istrinya
meski masih muda juga bikin saya senang. Karena apa? Karena mereka mampu
memberikan kepastian dan ketegasan. Bukan hanya menjalin hubungan pacaran yang
menurut saya tidak ada ikatan yang benar-benar pasti.
Bukan saya anti
juga dengan yang namanya pacaran. Saya hanya…lebih excited dengan yang namanya menikah. Kelihatannya…menyenangkan.
Ah sudahlah.
Jangan bahas soal itu lagi. Mari kita bercerita tentang teman-teman saya saja.
Kenapa saya
akhirnya menuliskan hal ini? Karena saya selalu cerewet menanyakan, “Ini teman
aku gak ada yang mau nikah muda ya? Ayo dong nikah, trus undang aku. Aku mau
hadir ke kondangannya teman aku.”
Tenang, saya
pasti juga punya impian buat menikah kok. Entah kapan. Kan hanya Tuhan yang
tahu. Lah sekarang aja saya lagi doyan stalk
adek angkatan yang usianya 1 tahun lebih dibawah saya. Nggak masalah sih
sebenarnya. Tapi sebelumnya saya udah cerita kan soal “lebih pas” kayaknya
kalau dengan lelaki yang lebih mapan, dewasa. *lihat kejadian 3*
Yah, semua
urusan hidup saya akan saya serahkan kepada Tuhan. Karena hanya Tuhan yang tau
mana yang terbaik untuk umatnya. Mungkin sekarang perasaan saya seperti ini,
pemikiran saya begini. Tapi Tuhan maha membolak-balik hati manusia. :)
0 comments:
Post a Comment